Mengenang Sang Guru Besar Pendiri Nahdlotul Ulama'
Assalamualaikum wr wb.
Siapa sih Hadratus Syech KH. M. Hasyim Asy’ari ?? beliau adalah seorang ulama kharismatik dan panutan umat Islam, Hadratus Syech KH. M.
Hasyim Asy’ari dipanggil Yang Maha Kuasa.Tepat pada 07 Ramadan 1366 H Ulama penuh dedikasi dan
guratan perjuangan itu meninggal pada 07 Ramadan 1366 H. Detik-detik sang kiai meninggal, disebabkan karena memikirkan kondisi bangsa.
Malam itu, tanggal 03 Ramadan 1366 H.,
bertepatan dengan tanggal 21 Juli 1947 M. jam 9 malam, Kiai Hasyim baru
saja selesai mengimami salat Tarawih. Seperti biasa, beliau duduk di
kursi untuk memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama
kemudian, datanglah seorang tamu utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo.
Kiai Hasyim menemui utusan tersebut didampingi Kiai Ghufron (pimpinan
Laskar Sabilillah Surabaya). Sang tamu menyampaikan surat dari Jenderal
Sudirman.
Kiai Hasyim meminta waktu satu malam untuk berfikir dan jawabannya akan diberikan keesokan harinya. Isi pesan tersebut pertama,
di wilayah Jawa Timur Belanda melakukan serangan militer besar-besaran
untuk merebut kota-kota di wilayah Karesidenan Malang, Basuki, Surabaya,
Madura, Bojonegoro, Kediri, dan Madiun.
Kedua, Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy’ari diminta mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak
tertangkap oleh Belanda. Sebab jika tertangkap, beliau akan dipaksa
membuat statemen mendukung Belanda. Jika hal itu terjadi, maka moral
para pejuang akan runtuh.
Ketiga, jajaran TNI di sekitar
Jombang diperintahkan membantu pengungsian Kiai Hasyim. Keesokan
harinya, Kiai Hasyim memberi jawaban tidak berkenan menerima tawaran
tersebut.
Empat hari kemudian, tepatnya pada tanggal 07 Ramadan 1366 H, pada pukul
21.00 WIB malam, datang lagi utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo.
Sang utusan membawa surat untuk disampaikan kepada Hadratussyaikh. Bung
Tomo memohon Kiai Hasyim mengeluarkan komando jihad fi sabilillah bagi umat Islam Indonesia, karena saat itu Belanda
telah menguasai wilayah Karesidenan Malang dan banyak anggota laskar
Hizbullah dan Sabilillah yang menjadi korban. Hadratussyaikh kembali
meminta waktu satu malam untuk memberi jawaban.
Tak lama berselang, Hadratussyaikh
mendapat laporan dari Kiai Ghufron (pemimpin Sabilillah Surabaya)
bersama dua orang utusan Bung Tomo, bahwa kota Singosari Malang (sebagai
basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah) telah jatuh ke tangan
Belanda. Kondisi para pejuang semakin tersudut, dan korban rakyat sipil
kian meningkat. Mendengar laporan itu, Kiai Hasyim berujar, ”Masya
Allah, Masya Allah…” sambil memegang kepalanya. Lalu Kiai Hasyim tidak
sadarkan diri.
Pada saat itu, putra-putri beliau tidak berada di Tebuireng. Tapi tak lama kemudian mereka mulai berdatangan setelah mendengar ayahandanya tidak sadarkan diri. Menurut hasil pemeriksaan dokter, Kiai Hasyim mengalami pendarahan otak (asemblonding) yang sangat serius.
Pada pukul 03.00 dini hari, bertepatan
dengan tanggal 25 Juli 1947 atau 7 Ramadan 1366 H, Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy’ri dipanggil yang Maha Kuasa. Inna liLlahi wa Inna Ilayhi Raji’un.
Atas jasanya selama perang kemerdekaan
melawan Belanda (1945-1947), terutama yang berkaitan dengan 3 fatwanya
yang sangat penting: Pertama, perang melawan Belanda adalah jihad yang wajib dilaksanakan oleh semua umat Islam Indonesia. Kedua,
kaum Muslimin diharamkan melakukan perjalanan haji dengan kapal
Belanda. Ketiga, Kaum Muslimin diharamkan memakai dasi dan
atribut-atribut lain yang menjadi ciri khas penjajah. Maka Presiden
Soekarno lewat Keputusan Presiden (Kepres) No. 249/1964 menetapkan bahwa
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Pahlawan Nasional.
Jasa-jasa beliau sangatlah besar dalam
mengkader para ulama-ulama dan tokoh-tokoh militan dalam menegakkan
Islam Indonesia yang rahmatan lil alamin, moderat, dan meneruskan
perjuangan beliau dalam membela tanah air dan tumpah darah Indonesia.
Para kader beliau berdiri tegak membela NKRI, Islam, dan NU.
Maka apabila ada yang mengaku pengagum
dan pengikut, lalu malah merusak NKRI dan memanfaatkan NU untuk
kepentingan pribadi, apalagi untuk mendulang kesuksesan duniawi saja,
lalu apa iya pantas disebut santri dan pengikut beliau?
sumber : tebuireng.online